Rabu, 06 Mei 2015

FUNGSI PSIKOLOGIS MANUSIA (INTELEGENSI DAN BAKAT )



FUNGSI PSIKOLOGIS MANUSIA (INTELEGENSI DAN BAKAT )

A.   PENDAHULUAN
Individu memperoleh kecakapan tertentu bukan karena kelahirannya semata melainkan karena perkembangan dah pengalaman hidupnya. Memang ia dianugrahi oleh Tuhan berupa potensi dasar dan kapasitas yang berbeda-beda untuk berperilaku inteligen. Dari kedua kalimat ini tentunya sudah jelas bahwa kecakapan itu dapat dibedakan menjadi dua hal, yaitu kecakapan nyata dan kecakapan potensial.
Kecakapan nyata merupakan kecakapan yang didapat dari kenyataan hidup, baik dari pengalaman hidup sendiri maupun dari mempelajari pengalaman hidup orang lain. Jadi kecakapan ini dapat diperoleh individu melalui belajar dan belajar. Hal ini dapat segera didemonstrasikan dan diuji yang berdasarkan sesuatu, cara, bahan, dan hal tertentu yang pernah dijalaninya.
Kecakapan potensial adalah suatu kecakapan yang didapatkannya dari bawaan atau keturunan, yang mungkin bisa berupaIabilitas dasar umum (general intelligence) dan abilitas dasar khusus dalam bidang tertentu (bakat, aptitudes).

B.   PEMBAHASAN
a.       INTELEGENSI
1.     Pengertian Intelegensi.
Inteligensi berasal dari bahasa Latin yaitu intelligentia yang berarti kekuatan akal manusia. Intelegensi berarti kecerdasan. Intelegensi adalah kemampuan untuk memperoleh berbagai informasi abstrak, menalar serta bertindak secara efisien dan efektif. Intelegensi juga bisa diartikan sebagai kemampuan untuk menyelesaikan masalah atau produk yang dinilai di dalam satu atau lebih latar budaya. Pola intelegensi yang berbeda menyatukan perwakilan mental yang berfokus pada perbedaan individual. Intelegensi sebagai keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah, serta kemampuan mengalahkan menguasai lingkungan secara efektif (Baharuddin, 2009 : 116).
Menurut pendapat para ahli;
a)      Menurut  David Wechsler.
intelegensi  adalah  kemampuan  untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. secara garis besar dapat disimpulkan bahwa intelegensi  adalah  suatu  kemampuan  mental  yang  melibatkan  proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, intelegensi tidak dapat diamati secara  langsung,  melainkan  harus  disimpulkan  dari  berbagai  tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.
b)      (William Stern)
Intelegensimerupakan kapasitas atau kecakapan umum pada individu yang secara sadar untuk menyesuaikan fikirannya pada situasi yang dihadapi. Bukan kemapuan yang seragam, lebih merupakan komponen dari berbagai fungsi, yang mencakup gabungan kemampuan yang diperlukan untuk bertahan dan maju dalam suatu kebudayaan. Keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungannya secara terarah (Anastasi, 1997).
c)      Lewis madiaso terman (1916)
Mendefinisikan inteligensi senbagai kemampuan seseorang utuk berpikir secara abstak. H.h goddard (1946) mendefinisikan inteligensi sebagai tingkat kemampuan pengalaman seseorang untuk menyelesaikan masalah – masalah yang langsung dihadapi dan untuk mengantisipasi masalah–masalah yang akan datang.

Meskipun demikian, dari sekian definisi tentang intelegensi yang dirumuskan oleh para ahli, secara umum dapat dimasukkan ke dalam salah satu dari tiga klasifikasi berikut : 
1.      Kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan, beradaptasi dengan situasi-situasi baru atau menghadapi situasi-situasi yang sangat beragam.
2.      Kemampuan untuk belajar atau kapasitas untuk menerima pendidikan.
3.      Kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menggunakan konsep-konsep abstrak dan menggunakan secara luas simbol-simbol dan konsep-konsep (Phares, 1988).

2.     Pengukuran Intelegensi
Dalam psikologi, pengukuran intelegensi dilakukan dengan menggunakan alat-alat psikodiagnostik atau yang dikenal dengan istilah Psikotest. Hasil pengukuran intelegensi biasanya dinyatakan dalam satuan ukuran tertentu yang dapat menyataakan tinggi rendahnya intelegensi yang diukur, yaitu IQ (Intellegence Quotioent). Intelegensi pada setiap anak tidak sama. Untuk mengukur perbedaan-perbedaan kemampuan individu tersebut, para psikolog telah mengembangkan sejumlah tes intelegensi. Dalam hal ini, Alfret Binet (1857-1911), seorang dokter dan psikolog Perancis, dipandang secara luas sebagai orang yang paling berjasa dalam mempelopori pengembangan tes intelegensi ini. 
Tes intelegensi yang dirancang Binet ini berangkat dari konsep usia mental (Mental Age-MA) yang dikembangkannya. Binet menganggap anak-anak yang terbelakang secara mental akan bertingkah dan berkinerja seperti anak-anak normal yang berusia lebih muda. Ia megembangkan norma-norma intelegensi dengan menguji 50 orang anak-anak dari usia 3 hingga 11 tahun yang tidak terbelakang secara mental. Anak-anak yang diduga terbelakang secara mental juga diuji, dan performa mereka dibandingkan dengan anak-anak yang usia kronologisnya sama di dalam sampel yang normal. Perbedaan antara usia mental (MA) dengan usia-usia kronologis (CA) usia sejak lahir inilah yang digunakan sebagai ukuran intelegensi. Anak yang cerdas memiliki MA di atas CA, sedangkan anak yang bodoh memiliki MA di bawah CA. 
Contoh tabel Alfret Binet (1857-1911).
IQ
PERCENT OF THE POPULATION
CLASSIFICATION
Over 140
130-139
120-129
110-119
100-109
90-99
80-89
70-79
60-69
Bellow 60
1
2
8
16
23
23
16
8
2
1
Genius
Very superior
Superior
Average
Dull average
Borderline
Mentally deficient

William Stern (1871-1938), seorang psikolog Jerman, kemudian menyempurnakan tes intelegensi Binet dan mengembangkan sebuah istilah yang sangat populer hingga sekarang, yaitu Inteligence Quotient (IQ). IQ menggambarkan intelegensi sebagai rasio antara usia mental (MA) dan usia kronologis (CA), dengan rumus : 
Angka 100 digunakan sebagai bilangan penggali supaya IQ bernilai 100 bila MA sama dengan CA. Bila MA lebih kecil dari CA, maka IQ kurang dari 100. Sebaliknya, jika MA lebih besar dari CA, maka IQ lebih dari 100. Berdasarkan hasil tes intelegensi yang disebarkan ke sejumlah besar orang, baik anak-anak Maupun orang dewasa dari usia yang berbeda, ditemukan bahwa intelegensi diukur dengan perkiraan distribusi normal Binet. Distribusi normal ialah simetris (mengenai keseimbangan letak unsur ) dengan kasus mayoritas yang berada di tengah-tengah rentang skor tertinggi dan skor terendah yang tampak pada kedua titik ekstrim skor. Sebaran atau distribusi intelegensi dari yang terendah sampai yang tertinggi, dapat dilihat pada tabel klasifikasi IQ.
Dewasa intelegensi tes-tes telah dipergunakan secara luas untuk menempatkan anak sekolah ke dalam kelas atau jurusan tertentu, untuk menerima mahasiswa di suatu perguruan tinggi, untuk menyeleksi calon pegawai negeri sipil, untuk memiliki individu yang akan ditempatkan pada jabatan tertentu, dan sebagainya.

3.     Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intelegensi
a.      Pengaruh faktor bawaan
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa individu-individu yang berasal dari suatu keluarga, atau bersanak saudara, nilai dalam tes IQ mereka berkolerasi tinggi ( + 0,50 ), orang yang kembar ( + 0,90 ) yang tidak bersanak saudara ( + 0,20 ), anak yang diadopsi korelasi dengan orang tua angkatnya ( + 0,10 – + 0,20).
b.      Pengaruh faktor lingkungan
Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Oleh karena itu ada hubungan antara pemberian makanan bergizi dengan intelegensi seseorang. Pemberian makanan bergizi ini merupakan salah satu pengaruh lingkungan yang amat penting selain guru, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting, seperti pendidikan, latihan berbagai keterampilan, dan lain-lain (khususnya pada masa-masa peka).
c.       Stabilitas intelegensi dan IQ
Intelegensi bukanlah IQ. Intelegensi merupakan suatu konsep umum tentang kemampuan individu, sedang IQ hanyalah hasil dari suatu tes intelegensi itu (yang notabene hanya mengukur sebagai kelompok dari intelegensi). Stabilitas inyelegensi tergantung perkembangan organik otak.
d.      Pengaruh faktor kematangan
Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya.
e.       Pengaruh faktor pembentuka
Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi.
f.       Minat dan pembawaan yang khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan (motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar.
g.      Kebebasan
Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia mempunyai kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya.

Semua faktor tersebut di atas bersangkutan satu sama lain. Untuk menentukan intelegensi atau tidaknya seorang individu, kita tidak dapat hanya berpedoman kepada salah satu faktor tersebut, karena intelegensi adalah faktor total. Keseluruhan pribadi turut serta menentukan dalam perbuatan intelegensi seseorang.

4.     Perkembangan Intelegensi
Suatu mitos yang bertahan hingga sekarang adalah bahwa menjadi tua berarti mengalami kemunduran intelektual. Mitos ini diperkuat oleh sejumlah peneliti awal yang berpendapat bahwa; seiring dengan proses penuaan selama masa dewasa terjadi kemunduran dalam intelegensi umum. Misalnya dalam studi kros-seksional, peneliti menguji orang-orang dari berbagai usia pada waktu yang sama. Ketika memberikan tes intelegensi kepada sampel yang representatif, peneliti secara konsisten menemukan bahwa orang dewasa yang lebih tua memberikan lebih sedikit jawaban yang benar dibanding orang dewasa yang lebih muda. Oleh karena itu, David Weschler (1972), menyimpulkan bahwa kemunduran kemampuan mental merupakan bagian dari proses penuaan organisme secara umum. Hampir semua studi menunjukkan bahwa setelah mencapai puncaknya pada usia antara 18 dan 25 tahun, kebanyakan kemampuan manusia terus menerus mengalami kemunduran.
Adapun tahapan perkembangan Intelegensi pada anak adalah sebagai berikut:
1.      Tahap sensori-motor (0-2 tahun)
Sebagaimana dikemukakan oleh I.P. Pavlov yang menjadi pendahulu refleksologi, satu refleks bisa berpindah dan dikembangkan dengan reflek-reflek lain melalui kondisi-kondisi yang dibuat dari luar (lingkungan) sebagai inti dasar rangkaian gerak atau perbuatan yang sederhana, terutama pada gerak motorik.
2.      Tahap berpikir praoperasional (2-7 tahun)
Kemampuan mempergunakan simbol. Fungsi simbolik, yakni kemampuan untuk mewakilkan sesuatu yang tidak ada, tidak terlihat dengan sesuatu yang lain atau sebaliknya sesuatu hal mewakili sesuatu yang tidak ada. Fungsi simbolik ini bisa nyata atau abstrak. Misalnya pisau yang terbuat dari plastik adalah sesuatu yang nyata, mewakili pisau yang sesungguhnya.
3.      Tahap berpikir operasional konkret (7-11 tahun)
Pada masa ini anak-anak sudah mulai bisa melakukan bermacam-macam tugas. Menurut Piaget, anak-anak pada masa operasional konkret ini bisa melakukan tugas-tugas konservasi dengan baik.
4.      Tahap berpikir operasional formal (11-15 tahun)
Pada tahap ini, seorang anak memperkembangkan kemampuan kognitif untuk berpikir abstrak dan hipotesis. Pada masa ini anak bisa memikirkan hal-hal apa yang akan atau mungkin terjadi, sesuatu yang abstrak dan menduga apa yang akan terjadi.

b.      BAKAT
1.      Definisi Bakat
Bakat mengacu pada kemampuan khusus ( berg, 2000 ) sepeti menyelesaikan perhitungan aritmatika, atau mengingat fakta dari informasi yang telah dibaca.
Bakat menurut Chaplin, kemampuan potensial yang dimiliki oleh seseorang untuk mencapai keberhasilan di masa yang akan dating.
Bakat berasal dari hasil interaksi antara karakteristik individu dengan kesempatan belajar di lingkungan ( Cohen dan Swedlik, 2002 ) . Bakat ini merepresentasikan informasi dan ketrampilan yang bertahap telah didapatkan.
Menurut Bingham, kondisi atau sifat-sifat yang dianggap sebagai tanda kemampuan individu untuk menerima latihan, atau seperangkat respon seperti kemampuan berbahasa, musik, dan sebagainya.
Jadi dari definisi di atas, bakat dapat dipahami sebagai kamampuan khusus atau suatu pertanda kemampuan yang sangat menonjol atau lebih mencolok yang terdapat pada diri seseorang, yang secara cepat dapat menyelesaikan, merespon dan menerima latihan-latihan, tugas-tugas, atau hal-hal tertentu. Bila seseorang mengetahui keunggulannya dalam suatu bidang, maka ia akan terasa lebih mudah dalam memasuki peluangnya artinya; dalam mempelajari dan mengembangkan bakatnya. Dengan kemampuan bakat, tentu seseorang akan mempunyai peluang besar untuk meraih keberhasilan pada masa mendatang.

2.      Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Bakat
a.      Faktor internal
Yakni dari individu sendiri. Misalnya anak itu tidak atau kurang berminat untuk mengembangkan bakat-bakat yang ia miliki, atau kurang termotivasi untuk mencapai prestasi yang tinggi, atau mungkin pula mempunyai kesulitan atau masalah pribadi sehingga ia mengalami hambatan dalam pengembangan diri dan berprestasi sesuai bakatnya.

b.      Faktor eksternal
Yaitu lingkungan anak. Contoh, orang tuanya kurang mampu untuk menyediakan kesempatan dan sarana pendidikan yang ia butuhkan atau orang tua mampu tetapi perhatian terhadap pendidikan dan bakat anak, bahkan ada orang tua yang benar-benar tidak mau mendukung bakat anak.

C.   PENUTUP.
a.       Kesimpulan
Inteligensi berasal dari bahasa Latin yaitu intelligentia yang berarti kekuatan akal manusia. Terdapat beragam definisi inteligensi yang seringkali mengartikannya sebagai kecerdasan, kepandaian, ataupun kemampuan untuk memecahkan problem yang dihadapi.
Menurut Chaplin, kemampuan potensial yang dimiliki oleh seseorang untuk mencapai keberhasilan di masa yang akan datang. Pemberian nama terhadap jenis-jenis bakat biasanya dilakukan atas dasar suatu bidang yang dikuasai seseorang. Semisal : bakat matematika, bakat bahasa, bakat seni, bakat music, bakat dokter, dan sebagainya. Adapun fator-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak adalah dari diri anak sendiri dan dari lingkungan yang mengelilingi kehidupan anak.

b.      Kritik dan saran
Manusia adalah makhluk yang sering berbuat salah karena manusia tidak sempurna.Karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Dan apabila dalam pembuatan makalah ini banyak terdapat kesalahan dan jauh dari sempurna kami selaku penulis meminta kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan pembuatan makalah lain ke depannya. Atas saran perbaikan makalah ini yang di berikan pembaca, maka penulis mengucapkan terima kasih




DAFTAR KEPUSTAKAAN

Anggara, Panji Dwi. 2011. Jawa Pos, Metropolis hal 30. Minggu 15 Mei 2011.
Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan, PT Remaja Rosda Karya, Bandung, 2009.
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, PT Rosda Karya, Bandung, 2008.
H. Sunarto, B. Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1999.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar