FUNGSI PSIKOLOGIS MANUSIA
(INTELEGENSI DAN BAKAT )
A. PENDAHULUAN
Individu memperoleh kecakapan
tertentu bukan karena kelahirannya semata melainkan karena perkembangan dah
pengalaman hidupnya. Memang ia dianugrahi oleh Tuhan berupa potensi dasar dan
kapasitas yang berbeda-beda untuk berperilaku inteligen. Dari kedua kalimat ini
tentunya sudah jelas bahwa kecakapan itu dapat dibedakan menjadi dua hal, yaitu
kecakapan nyata dan kecakapan potensial.
Kecakapan nyata merupakan kecakapan
yang didapat dari kenyataan hidup, baik dari pengalaman hidup sendiri maupun
dari mempelajari pengalaman hidup orang lain. Jadi kecakapan ini dapat
diperoleh individu melalui belajar dan belajar. Hal ini dapat segera didemonstrasikan
dan diuji yang berdasarkan sesuatu, cara, bahan, dan hal tertentu yang pernah
dijalaninya.
Kecakapan potensial adalah suatu
kecakapan yang didapatkannya dari bawaan atau keturunan, yang mungkin bisa
berupaIabilitas dasar umum (general intelligence) dan abilitas dasar
khusus dalam bidang tertentu (bakat, aptitudes).
B.
PEMBAHASAN
a.
INTELEGENSI
1. Pengertian
Intelegensi.
Inteligensi berasal dari bahasa
Latin yaitu intelligentia yang berarti kekuatan akal manusia.
Intelegensi berarti kecerdasan. Intelegensi adalah kemampuan untuk memperoleh
berbagai informasi abstrak, menalar serta bertindak secara efisien dan efektif.
Intelegensi juga bisa diartikan sebagai kemampuan untuk menyelesaikan masalah
atau produk yang dinilai di dalam satu atau lebih latar budaya. Pola
intelegensi yang berbeda menyatukan perwakilan mental yang berfokus pada
perbedaan individual. Intelegensi sebagai keseluruhan kemampuan individu untuk
berpikir dan bertindak secara terarah, serta kemampuan mengalahkan menguasai
lingkungan secara efektif (Baharuddin, 2009 : 116).
Menurut pendapat para ahli;
a)
Menurut David Wechsler.
intelegensi adalah
kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional,
dan menghadapi lingkungannya secara efektif. secara garis besar dapat
disimpulkan bahwa intelegensi adalah suatu kemampuan
mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional.
Oleh karena itu, intelegensi tidak dapat diamati secara langsung,
melainkan harus disimpulkan dari berbagai
tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional
itu.
b)
(William Stern)
Intelegensimerupakan kapasitas atau
kecakapan umum pada individu yang secara sadar untuk menyesuaikan fikirannya
pada situasi yang dihadapi. Bukan kemapuan yang seragam, lebih merupakan
komponen dari berbagai fungsi, yang mencakup gabungan kemampuan yang diperlukan
untuk bertahan dan maju dalam suatu kebudayaan. Keseluruhan kemampuan individu
untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai
lingkungannya secara terarah (Anastasi, 1997).
c)
Lewis madiaso
terman (1916)
Mendefinisikan
inteligensi senbagai kemampuan seseorang utuk berpikir secara abstak. H.h
goddard (1946) mendefinisikan inteligensi sebagai tingkat kemampuan pengalaman
seseorang untuk menyelesaikan masalah – masalah yang langsung dihadapi dan
untuk mengantisipasi masalah–masalah yang akan datang.
Meskipun demikian, dari sekian definisi tentang intelegensi yang
dirumuskan oleh para ahli, secara umum dapat dimasukkan ke dalam salah satu
dari tiga klasifikasi berikut :
1.
Kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan,
beradaptasi dengan situasi-situasi baru atau menghadapi situasi-situasi yang
sangat beragam.
2.
Kemampuan untuk belajar atau kapasitas untuk menerima
pendidikan.
3.
Kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menggunakan
konsep-konsep abstrak dan menggunakan secara luas simbol-simbol dan konsep-konsep
(Phares, 1988).
2. Pengukuran
Intelegensi
Dalam
psikologi, pengukuran intelegensi dilakukan dengan menggunakan alat-alat
psikodiagnostik atau yang dikenal dengan istilah Psikotest. Hasil pengukuran
intelegensi biasanya dinyatakan dalam satuan ukuran tertentu yang dapat
menyataakan tinggi rendahnya intelegensi yang diukur, yaitu IQ (Intellegence
Quotioent). Intelegensi pada setiap anak tidak sama. Untuk mengukur
perbedaan-perbedaan kemampuan individu tersebut, para psikolog telah
mengembangkan sejumlah tes intelegensi. Dalam hal ini, Alfret Binet
(1857-1911), seorang dokter dan psikolog Perancis, dipandang secara luas
sebagai orang yang paling berjasa dalam mempelopori pengembangan tes
intelegensi ini.
Tes
intelegensi yang dirancang Binet ini berangkat dari konsep usia mental (Mental
Age-MA) yang dikembangkannya. Binet menganggap anak-anak yang terbelakang
secara mental akan bertingkah dan berkinerja seperti anak-anak normal yang
berusia lebih muda. Ia megembangkan norma-norma intelegensi dengan menguji 50
orang anak-anak dari usia 3 hingga 11 tahun yang tidak terbelakang secara
mental. Anak-anak yang diduga terbelakang secara mental juga diuji, dan
performa mereka dibandingkan dengan anak-anak yang usia kronologisnya sama di
dalam sampel yang normal. Perbedaan antara usia mental (MA) dengan usia-usia
kronologis (CA) usia sejak lahir inilah yang digunakan sebagai ukuran
intelegensi. Anak yang cerdas memiliki MA di atas CA, sedangkan anak yang bodoh
memiliki MA di bawah CA.
Contoh tabel
Alfret Binet (1857-1911).
IQ
|
PERCENT OF THE POPULATION
|
CLASSIFICATION
|
Over 140
130-139
120-129
110-119
100-109
90-99
80-89
70-79
60-69
Bellow 60
|
1
2
8
16
23
23
16
8
2
1
|
Genius
Very superior
…
Superior
Average
…
Dull average
Borderline
Mentally deficient
…
|
William Stern (1871-1938), seorang psikolog Jerman, kemudian
menyempurnakan tes intelegensi Binet dan mengembangkan sebuah istilah yang
sangat populer hingga sekarang, yaitu Inteligence Quotient (IQ). IQ
menggambarkan intelegensi sebagai rasio antara usia mental (MA) dan usia
kronologis (CA), dengan rumus :
Angka 100 digunakan sebagai bilangan penggali supaya IQ bernilai 100
bila MA sama dengan CA. Bila MA lebih kecil dari CA, maka IQ kurang dari 100.
Sebaliknya, jika MA lebih besar dari CA, maka IQ lebih dari 100. Berdasarkan
hasil tes intelegensi yang disebarkan ke sejumlah besar orang, baik anak-anak
Maupun orang dewasa dari usia yang berbeda, ditemukan bahwa intelegensi diukur
dengan perkiraan distribusi normal Binet. Distribusi normal ialah simetris
(mengenai keseimbangan letak unsur ) dengan kasus mayoritas yang berada di
tengah-tengah rentang skor tertinggi dan skor terendah yang tampak pada kedua
titik ekstrim skor. Sebaran atau distribusi intelegensi dari yang terendah
sampai yang tertinggi, dapat dilihat pada tabel klasifikasi IQ.
Dewasa intelegensi tes-tes telah dipergunakan secara luas untuk
menempatkan anak sekolah ke dalam kelas atau jurusan tertentu, untuk menerima
mahasiswa di suatu perguruan tinggi, untuk menyeleksi calon pegawai negeri
sipil, untuk memiliki individu yang akan ditempatkan pada jabatan tertentu, dan
sebagainya.
3. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Intelegensi
a. Pengaruh faktor bawaan
Banyak
penelitian yang menunjukkan bahwa individu-individu yang berasal dari suatu
keluarga, atau bersanak saudara, nilai dalam tes IQ mereka berkolerasi tinggi (
+ 0,50 ), orang yang kembar ( + 0,90 ) yang tidak bersanak saudara ( + 0,20 ),
anak yang diadopsi korelasi dengan orang tua angkatnya ( + 0,10 – + 0,20).
b. Pengaruh faktor lingkungan
Perkembangan
anak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Oleh karena itu ada hubungan
antara pemberian makanan bergizi dengan intelegensi seseorang. Pemberian makanan
bergizi ini merupakan salah satu pengaruh lingkungan yang amat penting selain
guru, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan
juga memegang peranan yang amat penting, seperti pendidikan, latihan berbagai
keterampilan, dan lain-lain (khususnya pada masa-masa peka).
c. Stabilitas intelegensi dan IQ
Intelegensi
bukanlah IQ. Intelegensi merupakan suatu konsep umum tentang kemampuan
individu, sedang IQ hanyalah hasil dari suatu tes intelegensi itu (yang
notabene hanya mengukur sebagai kelompok dari intelegensi). Stabilitas
inyelegensi tergantung perkembangan organik otak.
d. Pengaruh faktor kematangan
Tiap organ
dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ (fisik
maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan
menjalankan fungsinya.
e. Pengaruh faktor pembentuka
Pembentukan
ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan
intelegensi.
f. Minat dan pembawaan yang khas
Minat
mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan
itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan (motif-motif) yang mendorong
manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar.
g. Kebebasan
Kebebasan
berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang tertentu dalam
memecahkan masalah-masalah. Manusia mempunyai kebebasan memilih metode, juga
bebas dalam memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya.
Semua faktor tersebut di atas bersangkutan satu sama lain. Untuk
menentukan intelegensi atau tidaknya seorang individu, kita tidak dapat hanya
berpedoman kepada salah satu faktor tersebut, karena intelegensi adalah faktor
total. Keseluruhan pribadi turut serta menentukan dalam perbuatan intelegensi
seseorang.
4. Perkembangan
Intelegensi
Suatu mitos
yang bertahan hingga sekarang adalah bahwa menjadi tua berarti mengalami
kemunduran intelektual. Mitos ini diperkuat oleh sejumlah peneliti awal yang
berpendapat bahwa; seiring dengan proses penuaan selama masa dewasa terjadi
kemunduran dalam intelegensi umum. Misalnya dalam studi kros-seksional,
peneliti menguji orang-orang dari berbagai usia pada waktu yang sama. Ketika
memberikan tes intelegensi kepada sampel yang representatif, peneliti secara
konsisten menemukan bahwa orang dewasa yang lebih tua memberikan lebih sedikit
jawaban yang benar dibanding orang dewasa yang lebih muda. Oleh karena itu, David
Weschler (1972), menyimpulkan bahwa kemunduran kemampuan mental merupakan
bagian dari proses penuaan organisme secara umum. Hampir semua studi
menunjukkan bahwa setelah mencapai puncaknya pada usia antara 18 dan 25 tahun,
kebanyakan kemampuan manusia terus menerus mengalami kemunduran.
Adapun tahapan perkembangan Intelegensi pada anak adalah sebagai
berikut:
1.
Tahap sensori-motor (0-2 tahun)
Sebagaimana dikemukakan oleh I.P.
Pavlov yang menjadi pendahulu refleksologi, satu refleks bisa berpindah dan
dikembangkan dengan reflek-reflek lain melalui kondisi-kondisi yang dibuat dari
luar (lingkungan) sebagai inti dasar rangkaian gerak atau perbuatan yang
sederhana, terutama pada gerak motorik.
2.
Tahap berpikir praoperasional (2-7 tahun)
Kemampuan mempergunakan simbol.
Fungsi simbolik, yakni kemampuan untuk mewakilkan sesuatu yang tidak ada, tidak
terlihat dengan sesuatu yang lain atau sebaliknya sesuatu hal mewakili sesuatu
yang tidak ada. Fungsi simbolik ini bisa nyata atau abstrak. Misalnya pisau
yang terbuat dari plastik adalah sesuatu yang nyata, mewakili pisau yang
sesungguhnya.
3.
Tahap berpikir operasional konkret (7-11 tahun)
Pada masa ini anak-anak sudah mulai
bisa melakukan bermacam-macam tugas. Menurut Piaget, anak-anak pada masa
operasional konkret ini bisa melakukan tugas-tugas konservasi dengan baik.
4.
Tahap berpikir operasional formal (11-15 tahun)
Pada tahap ini, seorang anak
memperkembangkan kemampuan kognitif untuk berpikir abstrak dan hipotesis. Pada
masa ini anak bisa memikirkan hal-hal apa yang akan atau mungkin terjadi,
sesuatu yang abstrak dan menduga apa yang akan terjadi.
b.
BAKAT
1.
Definisi Bakat
Bakat mengacu pada
kemampuan khusus ( berg, 2000 ) sepeti menyelesaikan perhitungan
aritmatika, atau mengingat fakta dari informasi yang telah dibaca.
Bakat menurut Chaplin,
kemampuan potensial yang dimiliki oleh seseorang untuk mencapai keberhasilan di
masa yang akan dating.
Bakat berasal dari
hasil interaksi antara karakteristik individu dengan kesempatan belajar di
lingkungan ( Cohen dan Swedlik, 2002 ) . Bakat ini merepresentasikan
informasi dan ketrampilan yang bertahap telah didapatkan.
Menurut Bingham, kondisi atau
sifat-sifat yang dianggap sebagai tanda kemampuan individu untuk menerima
latihan, atau seperangkat respon seperti kemampuan berbahasa, musik, dan sebagainya.
Jadi dari definisi di atas, bakat
dapat dipahami sebagai kamampuan khusus atau suatu pertanda kemampuan yang
sangat menonjol atau lebih mencolok yang terdapat pada diri seseorang, yang
secara cepat dapat menyelesaikan, merespon dan menerima latihan-latihan,
tugas-tugas, atau hal-hal tertentu. Bila seseorang mengetahui keunggulannya
dalam suatu bidang, maka ia akan terasa lebih mudah dalam memasuki peluangnya
artinya; dalam mempelajari dan mengembangkan bakatnya. Dengan kemampuan bakat,
tentu seseorang akan mempunyai peluang besar untuk meraih keberhasilan pada
masa mendatang.
2.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Bakat
a. Faktor internal
Yakni dari individu sendiri.
Misalnya anak itu tidak atau kurang berminat untuk mengembangkan bakat-bakat
yang ia miliki, atau kurang termotivasi untuk mencapai prestasi yang tinggi,
atau mungkin pula mempunyai kesulitan atau masalah pribadi sehingga ia
mengalami hambatan dalam pengembangan diri dan berprestasi sesuai bakatnya.
b. Faktor eksternal
Yaitu lingkungan anak. Contoh, orang
tuanya kurang mampu untuk menyediakan kesempatan dan sarana pendidikan yang ia
butuhkan atau orang tua mampu tetapi perhatian terhadap pendidikan dan bakat
anak, bahkan ada orang tua yang benar-benar tidak mau mendukung bakat anak.
C.
PENUTUP.
a.
Kesimpulan
Inteligensi berasal dari bahasa
Latin yaitu intelligentia yang berarti kekuatan akal manusia. Terdapat
beragam definisi inteligensi yang seringkali mengartikannya sebagai kecerdasan,
kepandaian, ataupun kemampuan untuk memecahkan problem yang dihadapi.
Menurut Chaplin, kemampuan potensial
yang dimiliki oleh seseorang untuk mencapai keberhasilan di masa yang akan
datang. Pemberian nama terhadap jenis-jenis bakat biasanya dilakukan atas dasar
suatu bidang yang dikuasai seseorang. Semisal : bakat matematika, bakat bahasa,
bakat seni, bakat music, bakat dokter, dan sebagainya. Adapun fator-faktor yang
mempengaruhi perkembangan anak adalah dari diri anak sendiri dan dari
lingkungan yang mengelilingi kehidupan anak.
b. Kritik dan saran
Manusia adalah makhluk
yang sering berbuat salah karena manusia tidak sempurna.Karena kesempurnaan
hanya milik Allah SWT. Dan apabila dalam pembuatan makalah ini banyak terdapat
kesalahan dan jauh dari sempurna kami selaku penulis meminta kritik dan saran
dari pembaca demi kesempurnaan pembuatan makalah lain ke depannya. Atas saran
perbaikan makalah ini yang di berikan pembaca, maka penulis mengucapkan terima
kasih
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Anggara, Panji Dwi. 2011. Jawa Pos,
Metropolis hal 30. Minggu 15 Mei 2011.
Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan, PT Remaja Rosda Karya,
Bandung, 2009.
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan,
PT Rosda Karya, Bandung, 2008.
H. Sunarto, B. Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik, PT Rineka Cipta, Jakarta,
1999.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar