Kamis, 04 Desember 2014

Laporan Observasi Gelandangan dan Pengemis



GELANDANGAN DAN PENGEMIS

I.         PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Fenomena merebaknya gelandangan dan pengemis di Indonesia merupakan persoalan sosial yang komplek. Hidup menjadi gelandangan dan pengemis  memang bukan merupakan pilihan yang menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang tidak bermasa depan jelas, dan keberadaan mereka tidak jarang menjadi “masalah” bagi banyak pihak, keluarga, masyarakat dan negara. Namun, perhatian terhadap nasib mereka tampaknya belum begitu besar dan solutif. Padahal mereka adalah saudara kita. Mereka adalah amanah Allah yang harus dilindungi, dijamin hak-haknya, sehingga tumbuh kembang menjadi manusia dewasa yang bermanfaat, beradab dan bermasa depan cerah.
Hidup menjadi gelandangan dan pengemis bukanlah pilihan hidup yang diinginkan oleh siapapun melainkan keterpaksaan yang harus mereka terima karena adanya sebab tertentu. Gelandangan dan pengemis bagaimanapun telah menjadi fenomena yang menuntut perhatian kita semua. Secara psikologis mereka adalah orang-orang  yang pada taraf tertentu belum mempunyai bentuk mental emosional yang kokoh, sementara pada saat yang sama mereka harus bergelut dengan dunia jalanan yang keras dan cenderung berpengaruh negatif bagi perkembangan dan pembentukan kepribadiannya.

B.     Penjelasan Judul
a.       Gelandangan
Gelandangan berasal dari kata gelandangan, yang artinya selalu berkeliaran atau tidak pernah mempunyai tempat kediaman tetap (Suparlan, 1993 : 179) Menurut Departemen Sosial R.I (1992), gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu  dan  hidup mengembara di tempat umum.
Menurut PP No. 31 Tahun 1980, Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak mempunyai pencaharian dan tempat tinggal yang tetap serta hidup mengembara ditempat umum
Menurut Muthalib dan Sudjarwo dalam Ali, dkk., (1990) diberikan tiga gambaran umum gelandangan, yaitu:
1.      Sekelompok orang miskin atau dimiskinkan oleh masyaratnya.
2.      Orang yang disingkirkan dari kehidupan khalayak ramai.
3.      Orang yang berpola hidup agar mampu bertahan dalam kemiskinan dan keterasingan
b.        Pengemis
Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. (Anon. 1980).
Menurut PP No. 31 Tahun 1980, Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharap belas kasihan orang lain. Aktifitas pengemis merupakan prilaku meminta-minta di depan umum untuk mengharapkan belas kasihan orang lain dengan tujuan agar orang tersebut merasa iba dan memberi uang. Biasanya aktifitas pengemis diiringi dengan performens yang menarik perhatian orang dengan kesan menderita seperti pakaian yang usang memakai jilbab bagi perempuan dan memakai pecik bagi laki-laki, membawa tas, ember kecil dan karung bekas, mereka adalah orang yang sehat dengan kondisi tubuh yang tidak kurang apapun.
Pengemis adalah seorang yang tidak mempunyai penghasilan yang tetap, dan pada umumnya hidup dengan cara mengandalkan belas kasihan dari orang lain. Mengemis  menjadi sebuah budaya saat ini, karena banyak sekali orang yang sebenarnya masih dalam keadaan sehat memilih jalan untuk mengemis/meminta-minta. Karena kondisi tersebutlah, maka praktek dalam mengemis dikatakan sebagai perilaku yang menyimpang dari norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Pengemis merupakan gejala sosial yang selalu hadir di tengah-tengah dinamika perkembangan suatu wilayah perkotaan maupun pedesaan. Secara fisik, pengemis juga berinteraksi dengan masyarakat disekitarnya tetapi sesungguhnya mereka terisolasi karena tidak bisa mencapai fasilitas yang ada.
Sebagian masyarakat biasanya menilai bahwa golongan pengemis maupun gelandangan sebagai orang-orang yang malas dan tidak berusaha, tidak mempunyai motivasi, bersikap menerima nasib serta menerapkan pola perilaku yang dianggap tidak sesuai menurut masyarakat umumnya itu adalah, tidak mempunyai semangat kerja keras, tidak mempunyai perhatian terhadap berbagai masalah yang berkaitan dengan usaha perbaikan dan tidak mempunyai rasa harga diri dan kehormatan.
C.    Batasan Pembahasan
1.      Konsep teori tentang gelandangan dan pengemis.
2.      Ciri-Ciri Gelandangan Dan Pengemis
3.      Program Pelayanan/Penanganan Gelandangan Dan Pengemis
4.      Faktor Terbentuknya Gelandangan dan Pengemis
D.    Metode pembahasan
Metode pembahasan dalam makalah ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan tinjauan pustaka (library reasearch) dalam pengumpulan bahan dan feel reasech
  1. Teknik Pengumpulan Data
Data  diambil dengan menggunakan teknik wawancara mendalam terhadap para anak jalanan dan pengemis. Para anak jalanan dan pengemis diambil sebagai informan Disamping wawancara mendalam, observasi akan digunakan untuk mengamati tingkah laku para  anak jalanan dan pengemis selama melaksanakan aktifitasnya

    1. Interview (wawancara)
Wawancara sebenarnya merupakan angket secara lisan, karena penulis mengemukakan informasinya secara lisan dalam hubungan tatap muka untuk memperoleh jawaban (tanya-jawab).
    1. Observasi
Dalam metode ini pengamatan merupakan teknik yang paling penting sebelum melakukan penelitian untuk memperoleh data, dengan metode observasi hasil yang diperoleh peneliti lebih jelas dan terarah sesuai dengan apa adanya agar diperoleh pengamatan yang jelas untuk menghindari kesalahpahaman dengan obyek, maka peneliti mengamati secara langsung.
    1. Dokumentasi
Dokumentasi mencakup arsip-arsip berupa tulisan, photo, audio dan vidio. gambar-gambar serta hal-hal yang memungkinkan untuk digali sebagai data dalam proses penelitian.

E.     Lokasi Penelitian
Observasi kami lakukan di kota padang, ruas-ruas lampu merah yang bertepatan di lampu merah taman imam bonjol padang, lapangan imam bonjol, jalan permindo dan area pasar raya padang.
F.     Ciri-Ciri Gelandangan Dan Pengemis
Ciri-ciri dari gepeng (gelandangan dan pengemis) yaitu :
1.      Tidak memiliki tempat tinggal.
Kebanyakan dari gepeng dan pengemis ini tidak memiliki tempat hunian atau tempat tinggal. Mereka biasa mengembara di tempat umum. Tidak memiliki tempat tinggal yang layak huni, seperti di bawah kolong jembatan, rel kereta api, gubuk liar di sepanjang sungai, emper toko dan lain-lain
2.      Hidup di bawah garis kemiskinan.
Para gepeng tidak memiliki penghasilan tetap yang bisa menjamin untuk kehidupan mereka ke depan bahkan untuk sehari-hari mereka harus mengemis atau memulung untuk membeli makanan untuk kehidupannya.
3.      Hidup dengan penuh ketidakpastian.
Para gepeng hidup mengelandang dan mengemis di setiap harinya. Kondisi ini sangat memprihatikan karena jika mereka sakit mereka tidak bisa mendapat jaminan sosial seperti yang dimiliki oleh pegawai negeri yaitu ASKES untuk berobat dan lain lain.
4.    Memakai baju yang compang camping.
Gepeng biasanya tidak pernah menggunakan baju yang rapi atau berdasi melainkan baju yang kumal dan dekil.
5.    Tidak memiliki pekerjaan tetap yang layak, seperti pencari puntungrokok, penarik grobak.
6.    Tuna etika, dalam arti saling tukar-menukar istri atau suami, kumpulkebo atau komersialisasi istri dan lain-lainnya.
7.    Meminta-minta di tempat umum. Seperti terminal bus, stasiunkereta api, di rumah-rumah atau ditoko-toko.
8.    Meminta-minta dengan cara berpura-pura atau sedikit memaksa, disertai dengan tutur kata yang manis dan ibah.
Namun secara spesifik, Karakteristik Gepeng dapat dibagi menjadi :
a.       Karakteristik Gelandangan :
1.      Anak sampai usia dewasa (laki-laki/perempuan) usia 18-59 tahun, tinggal di sembarang tempat dan hidup mengembara atau menggelandang di tempat-tempat umum, biasanya di kota-kota besar.
2.      Tidak mempunyai tanda pengenal atau identitas diri, berperilaku kehidupan bebas/liar, terlepas dari norma kehidupan masyarakat pada umumnya.
3.      Tidak mempunyai pekerjaan tetap, meminta-minta atau mengambil sisa makanan atau barang bekas.
b.      Karakteristik Pengemis :
1.      Anak sampai usia dewasa (laki-laki/perempuan) usia 18-59 tahun.
2.      Meminta-minta di rumah-rumah penduduk, pertokoan, persimpangan  jalan (lampu lalu lintas), pasar, tempat ibadah dan tempat umum lainnya.
3.      Bertingkah laku untuk mendapatkan belas kasihan ; berpura-pura sakit, merintih dan kadang-kadang mendoakan dengan bacaan-bacaan ayat suci, sumbangan untuk organisasi tertentu.
4.      Biasanya mempunyai tempat tinggal tertentu atau tetap, membaur dengan penduduk pada umumnya. Menurut Soetjipto Wirosardjono mengatakan ciri-ciri dasar yang melekat pada kelompok masyarakat yang dikatagorikan gelandangan adalah:”mempunyai lingkungan pergaulan, norma dan aturan tersendiri yang
G.    Profil Pengemis Dan Anak Jalanan Yang Di Temui Di Lapangan
Berikut profil pengemis dan anak jalanan yang  Kami Observasi:
1.      Pengemis.
Nama                 : Wardi
Lokasi mengemis: Jln Permindo, di depan toko buku sari anggrek/ depan                                  toko emas
Umur                  : 48 Tahun
Asal                    : Pariaman
Pendidikan         : SMP
Alamat sekarang: Ngontrak di belakang jalan permindo
Penghasilan        : tidak menentu, (150/hari)
Awal mula jadi pengemis:        
awal mula pak wardi jadi pengemis yaitu di sebabkan karena istrinya meninggal dunia karena melahirkan seorang anak yang bernama “ica” ica adalah anak pertama dari pak wardi, sejak lahir ica di diaknosa menderita penyakit kelenjar getah bening yang mengalami pembengkakan pada kepalanya. Makanan ica sehari-hari hanya bubur. Sekarang ica sudah berumur 10 tahun.
Sejak lahir ia tidak bisa berjalan, tidak bisa bicara atau tidak bisa melakukan aktivitas sebagaimana anak-anak seumurnya. Alasan pak wardi menjadi pengemis yaitu, ia sudah tidak sanggup lagi membiayai pengobatan ica, dan keperluan sehari-harinya. Ica sudah 2 kali mengalami operasi, dan sampai sekarang gelenjar itu tetap tumbuh. Kegiatan mengemis pak wardi lakukan sudah 8 tahun. Dengan membawa ica ikut mengemis bersamanya dengan menggunakan gerobak setiap harinya. Dengan penghasilan tiap hari tidak menentu. Atau berkisar 150/hari, dan dapat kami simpulkan faktor utama pak wardi menjadi pengemis yaitu cacat fisik pada anaknya dan rendahnya pendidikan serta kemiskinan atau faktor ekonomi. Dan faktor kemalasan dari pak wardi sendiri, karena pada saat kami melakukan observasi, kami melihat kondisi fisik pak wardi sehat, dan dalam keadaan memetik rokok.
Pemanfaatan hasil mengemis           :Untuk kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan keluarga serta untuk beli obat ica
2.      Pengemis II
Nama                 : Madi
Lokasi                : Jln Permindo, di depan toko On, gang-gang pasar raya
Umur                  : 64
Pendidikan         : tidak tamat sekolah
Dalam kami melakukan wawancara terhadap pak madi, ia hanya menyebutkan nama, umur dan pendidikan. Di sini kami agak mengalami kisulitan, karena pak madi mengalami penyakit kejiwaan. Sehingga kami hanya melakukan pengamatan, pak madi mengalami penyakit fisik yaitu lumpuh pada kakinya yang menyebabkan ia tidak bisa berjalan layaknya manusia normal atau hanya merangkak. Pengamatan yang kami lakukan, pak madi dalam keadaan merokok serta di dalam bajunya banyak tersimpan uang yang di bungkus plastik hitam. Setiap harinya pak madi mengemis, pengamatan yang kami lakukan sebanyak 4 kali, pak madi sering mengemis di area pasar raya dan di depan toko on atau sering merangkak menelusuri pasar ikan. Karena pak madi mengalami kondisi kejiwaan, agak sulit melakukan observasi terhadap pak madi.




3.      Anak Jalanan (pengamen)
Nama                : randy
Umur                : 19 tahun
Asal                  : Padang
Alamat              : Jln sebrang padang
Hoby                 : Musik.
Cita-cita            : jadi Musisi
Pendidikan       : SMP
Pendapatan/hari: 50-100 Ribu
Waktu ngamen : 09:00- 17:00 WIB ( Tergantung cuaca)
Pemanfaatan hasil ngamen       :Randy menggunakan hasil ngamen untuk keperluan makan, membeli rokok dan hura-hura.

Latar belakang randy menjadi pengamen:
              Ia menuturkan, mending jadi pengamen dari pada mencuri, Latar belakang randy menjadi pengamen adalah karena pergaulan, dan kondisi ekonomi. Awal dia ngamen, karena waktu smp ia sering bolos sekolah dan nongkrong di taman imam bonjol padang, ia berasal dari keluarga broken home, ayah dan ibunya sering cek cok hingga akhirnya memutuskan untuk bercerai pada saat ia masih menduduki bangku Smp, Randy adalah anak ke 2 dari 4 orang bersaudara, dari paparannya ia menjelaskan, karena kondisi itulah ia tidak betah di rumah dan bertemu dengan teman-teman yang akhirnya mengajak ia untuk mengamen, awal mula ia mengamen adalah di tepi pantai padang,  kondisi fisik randy sendiri adalah ia berambut gondrong acakan, berkulit sawo matang, tidak cacat fisik dan bertato, ia  mengamen di lampu merah taman imam bonjol padang setiap harinya. Dengan penghasilan tak menentu. Kendala yang sering ia hadapi apabila terjadi penertiban, kadang ia harus berpacu dengan satpol PP, dan sampai sekarang belum pernah tertangkap.




  





H.    Program Pelayanan/Penanganan Gelandangan Dan Pengemis
Ada banyak program-program yang diberikan pemerintah dalam menangani permasalahan Gelandangan dan pengemis ini. Kebijakan-kebijakan dari pemerintah dalam membatasi Gelandangan dan pengemis untuk berada di tempat-tempat umum juga merupakan salah satu programnya. Namun pada umumnya program ini tidak dapat membuat efek  jera terhadap para Gelandangan dan pengemis. Masyarakat menginginkan satu program yang benar-benar pro dengan rakyat dalam mengentaskan masalah ini, juga bagaimana untuk dapat mengembangkan masyarakat miskin untuk dapat hidup sejahtera agar masalah Gelandangan dan Pengemis ini tidak berulang.


Berikut adalah beberapa program yang telah ada, antara lain :
1.      Panti
Merupakan bentuk penanganan gelandangan dan pengemis dengan menyediakan sarana tempat tinggal dalam satu atap yang dihuni oleh beberapa keluarga.
2.      Liposos Lingkungan Pondok Sosial (Liposos)
Merupakan bentuk penanganan gelandangan dan pengemis yang lebih mengedepankan sistim hidup bersama didalam lingkungan sosial sebagaimana layaknya kehidupan masyarakat pada umumnya.
3.      Transit home
Merupakan bentuk penanganan gelandangan dan pengemis yang bersifat sementara sebelum mendapatkan pemukiman tetap di tempat yang telah disediakan.
4.      Pemukiman
Merupakan bentuk penanganan gelandangan dan pengemis dengan menyediakan tempat tinggal yang permanen di lokasi tertentu.
5.      Transmigrasi
Merupakan bentuk penanganan gelandangan dan pengemis dengan menyediakan fasilitas tempat tinggal baru di lokasi lain terutama di luar pulau Jawa. Dan beberapa program kebijakan pemerintah seperti larangan mengemis di tempat umum, operasi Yustisi di Jakarta bagi orang-orang yang tidak memiliki KTP yang berpotensi menjadi Gelandangan dan Pengemis, dan program-program lainnya. Program lain adalah dalam bentuk penguatan ekonomi keluarga dan peningkatan pendidikan

6.      Razia
Razia merupakan proses penangkapan para gelandangan dan pengemis. Razia ini dilakukan oleh pihak dinas sosial yang bekerja sama dengan satpol PP. operasi penangkapan ini dilakukan setiap hari dengan sasaran razia keseluruh jalanan kota, ketika polisi dan satpol PP melaksanakan razia, para Pengemis dan gelandangan berusaha untuk kabur dengan berlari menghindari kejaran para polisi.  Penangkapan yang dilakukan oleh para polisi yang bekerja sama dengan Satpol PP tersebut seringkali mengalami kesulitan, mulai dari pengejaran hingga pemberontakan yang dilakukan oleh para gelandangan dan pengemis yang rata-rata sudah seringkali keluar-masuk Liponsos. Namun, meskipun demikian penangkapan tetap berjalan lancar dan mereka banyak yang tertangkap.
I.         Faktor Terbentuknya Gelandangan dan Pengemis
Analisis penyebab permasalahan sosial gelandangan dan pengemis merupakan akumulasi dan interaksi dari berbagai permasalahan seperti hal hal kemiskinan, pendidikan rendah, minimnya keterampilan kerja yang dimiliki, lingkungan, sosial budaya, kesehatan dan lain sebagaianya. Masalah ini merupakan salah satu Masalah Sosial Strategis, karena dapat menyebabkan beberapa masalah lainnya dan juga bersifat penyakit di masyarakat. 
Ada 3 pokok penyebab permasalahan dari masalah Gelandangan dan Pengemis ini yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1.      Urbanisasi dan pembangunan wilayah yang timpang
Hal ini adalah sebuah hasil negative dari pembangunan yang sangat pesat di daerah perkotaan. Masyarakat desa pada umumnya tertarik dengan kehidupan modern kota yang sangat memukau tanpa melihat sisi jeleknya. Mereka biasanya termotivasi dengan pekerjaan dengan gaji yang tinggi di kota tanpa melihat potensi yang terbatas dalam dirinya. berdasarkan kemajuan tersebut yang menyebabkan masyarakat desa menuju kota-kota besar. Mereka yang menjadi kalah saing dengan penduduk kota yang bisa bersaing dengan kemajuan tersebut, putus asa, malu pulang ke kampong halaman, akhirnya gelandangan dan pengemis di kota-kota besar lainnya. Dalam pembangunan masyarakat di wilayah pedesaan sering dijadikan objek atau konsekuensi dari pembangunan, padahal sebelum melakukan perencanaan dan pembanguanan ada hal-hal yang harus dilalui untuk menghasilkan perencanaan dan pembanguan yang efektif dan berguna. Konsekuensi pembangunan itu memposisikan masyarakat sebagai objek pembangunan dan menganggap masyarakat akan beradaptasi sendiri terhadap perubahan-perubahan setelah pembangunan. Padahal hal tersebut sangat fatal akibatnya terhadap kaum bawah.
2.      Kemiskinan
Kemiskinan juga merupakan factor penting dalam penyebab bertambah banyaknya Gelandangan dan Pengemis. Menurut data dari Badan Pusat Statistik, bahwa pada September 2011, Jumlah Penduduk Miskin Indonesia Mencapai 29,89 Juta Orang. Walaupun dari tahun ketahun berkurang, namun tetap saja angka ini sangat berpotensi angka menjadi angka Gelandangan dan Pengemis di Indonesia.
3.      Kebijakan pemerintah Kebijakan-kebijakan pemerintah
Juga merupakan factor-faktor penyebab dari masalah Gelandangan dan Pengemis ini. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah juga terkadang dianggap tidak pro dengan rakyat. Berkaitan dengan Gelandangan dan Pengemis ada banyak peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan tentang ini, namun lebih berorientasi pada larangan-larangan mengemis ditempat umum, tapi bukan mengenai upaya-upaya dalam menangani masalah Gelandangan dan Pengemis ini. Pemerintah hanya menganggap masalah sosial bersumber dari individunya. Konsekuensi ini dapat membebaskan pemerintah dari "tuduhan" sebagai sumber masalah. Karena faktor penyebabnya adalah individual, maka upaya pemecahan masalah akan lebih banyak bersifat kuratif. Ketiga faktor itu hanyalah embrio awal yang melahirkan gepeng, namun dalam perkembangannya faktor lahirnya gepeng selain faktor di atas, masalah gepeng juga berhubungan dengan budaya yang lahir dari komunitas yang lama terbentuk. Atau merupakan masalah yang dating dari akibat keturunan yang tidak dapat berkembang dalam menangani masalah-masalah utama dalam hidupnya. Bisa diartikan juga bahwa Gepeng (Gelandangan dan Pengemis) telah berkembang menjadi sebuah gaya hidup (life style) bagi orang-orang miskin yang tidak berpendidikan, tidak memiliki life skill, dan orang-orang yang, orang-orang broken home, orang cacat dan pengangguran. Cara instan tersebut merupakan bentuk adaptasi masyarakat miskin terhadap konsekuensi pembangunan yang melahirkan masalah sosial
Diantara faktor penyebab seseorang melakukan profesi sebagai gelandangan dan pengemis adalah:
1.      Ekonomi
Ekonomi masyarakat harusnya menjadi kecukupan minimal dari standart, namun itu tidak bisa menjadi pukulan sama karena setiap inidividu berbeda kebutuhannya, namun minimal kebutuhan pokok terpenuhi seperti uang untuk biaya hidup. Ekonomi menjadi sangat sentral dalam permasalahan ini hampir profesi sebagai pengemis menjadi alasan utama dalam keadaan ekonomi yang kurang dari cukup bahkan mines. Nah faktor seperti ini yang menyebabkan seseorang menjadi pengemis.

2.      Pendidikan
Pendidikan sebagai jantung faktor utama, karena seseorang mempunyai keterbatasan pengetahuan maka faktor ini menjadi penyebab utama dalam persaingan global. Maka dari itu kebanyakan pengemis berpendidikan rendah, ini menjadi penghambat mereka untuk mempunyai kesempatan dalam mengambil peran baik di dunia pekerjaan.

3.      Ketergantungan
Artinya seseorang tersebut memang murni, ini disebabkan karena faktor dari dalam dirinya yang mempunyai sifat malas bekerja keras, ini bersifat mikro, namun perlu diperhatikan bahwa masih banyak faktor seseorang yang terlantar menjadi pengemis, namun tidak bisa dipungkiri bahwa faktor ketergantungan dari orang lain  yang menyebabkan seseorang menjadi pengemis

Sementara itu Alkostar (1984) dalam penelitiannya tentang kehidupan gelandangan dan pengemis melihat bahwa terjadinya gelandangan dan pengemis dapat dibedakan menjadi dua faktor penyebab, yaitu faktor internal dan faktor eksterna:
a.        Faktor intern
Faktor internal dan keluarga yang dimaksudkan ádalah suatu keadaan di dalam diri individu dan keluarga Gepeng yang mendorong mereka untuk melakukan kegiatan menggelandang dan mengemis.  Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut ini:
a.       Pendidikan Formal.
b.      Umur.
c.       Kemiskinan
d.      Ijin Orang Tua
e.       Rendahnya Ketrampilan
f.       Sikap Mental
g.      kemalasan,
h.      tidak mau bekerja keras.
i.        tidak kuat mental.
j.        cacat fisik dan psikis.
k.      tidak adanya kemandirian hidup untuk tidak bergantung pada orang lain.
b.      Faktor eksternal meliputi:
faktor lingkungan yang dimaksudkan adalah beberapa faktor yang berada di sekeliling atau sekitar responden baik yang di daerah asal maupun di daerah tujuan. Faktor-faktor tersebut di antaranya adalah
a.       kondisi hidrologis
b.      kondisi pertanian
c.       akses terhadap informasi dan modal usaha
d.      kondisi permisif masyarakat di kota
e.       kelemahan pananganan Gepeng di kota.
Beberapa factor lainnya:
1.      Faktor ekonomi, pengemis dihadapkan pada kemiskinan keluarga dan sempitnya lapangan pekerjaan yang ada.
2.      Faktor geografis, kondisi tanah tandus, bencana alam yang tidak terduga.
3.      Faktor sosial, akibat arus urbanisasi dari desa ke kota tanpa diseret partisipasi masyarakat dalam usaha kesejahteraan sosial.
4.      Faktor pendidikan, rendahnya tingkat pendidikan dan tidak memiliki kerja, kurangnya pembinaan dan pendidikan informal dalam keluarga dan masyarakat.
5.      Faktor psikologis, adanya keretakan keluarga yang menyebabkan anak tidak terurus, ingin melupakan keinginan masa lalu yang tidak bahagia, kurangnya gairah kerja.
6.      Faktor budaya, lunturnya nilai-nilai normatif budaya masyarakat akibat perubahan sosial yang tidak berumah tangga terdapat pengkaderan secara langsung.
7.      Faktor agama, kurangnya pemahaman agama dan lemahnya iman serta kurang tabah dalam menjalani cobaan hidup serta dan putus asa dalam menghadapi nasib dan tidak mau berusaha.

J.      Pandangan Islam Terhadap Gelandang Dan Pengemis
Meminta-minta sumbangan atau mengemis pada dasarnya tidak disyari’atkan dalam agama Islam. Bahkan jika melakukannya dengan cara menipu atau berdusta kepada orang atau lembaga tertentu yang dimintai sumbangan dengan menampakkan dirinya seakan-akan dia adalah orang yang sedang kesulitan ekonomi, atau sangat membutuhkan biaya pendidikan anak sekolah, atau perawatan dan pengobatan keluarganya yang sakit, atau untuk membiayai kegiatan tertentu, maka hukumnya haram dan termasuk dosa besar.
Di antara dalil-dalil syar’i yang menunjukkan haramnya mengemis dan meminta-minta sumbangan, dan bahkan ini termasuk dosa besar adalah sebagimana berikut:
1.      Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا زَالَ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ، حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِيْ وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ
Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong daging pun di wajahnya.”
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallah ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ
Barangsiapa meminta-minta kepada manusia harta mereka untuk memperbanyak hartanya, maka sesungguhnya dia hanyalah  sedang  meminta  bara  api. Maka  hendaknya  dia  mempersedikit  ataukah memperbanyak.”
2.      Diriwayatkan dari Hubsyi bin Junaadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ

Barang siapa meminta-minta kepada orang lain tanpa adanya kebutuhan, maka seolah-olah ia memakan bara api

II.           PENUTUP
a.      Kesimpulan
Gelandangan dan mengemis dikatakan sebagai perilau yang menyimpang dari norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Penyebab terjadinya pengemis ini bisa berasal dari dalam diri individu atau dikenal faktor internal yaitu berupa kemalasan, tidak mau berkerja teras, tidak cacat fisik dan cacat fisik. Juga dipengaruhi dari faktor eksternal berupa faktor psikologis, budaya sosial, ekonomi, agama, geografis
Beberapa faktor penyebab terjadinya Gepeng ádalah  faktor internal, yaitu  individu dan keluarga Gepeng serta masyarakat , dan eksternal masyarakat, yaitu di kota-kota tujuan aktivitas Gepeng. Faktor-faktor penyebab ini dapat terjadi secara parsial dan juga secara bersama-sama atau saling mempengaruhi antara satu faktor dengan faktor yang lainnya

b.      Kritik dan saran.
Demikianlah makalah yang dapat saya sampaikan, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi kami penulis. Kritik dan saran sangat saya harapkan demi perbaikan makalah saya. Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT., kekhilafan dan kekurangan milik manusia.


DAFTAR KEPUSTAKAAN
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Raja Wali Press, Jakarta: 2010.

Suyanto, Bagong, Masalah Sosial Anak, Kencana: Jakarta, 2010.
Ali, Marpuji, dkk.  Gelandangan di Kertasura”. Surakarta: Monografi 3 Lembaga Penelitian Universitas Muhamadiyah. 1990
Alkotsar, Artidjo “ Advokasi Anak Jalanan”. Jakarta: Rajawali. 1984
Isbandi Rukminto Adi, “Psikologi, Pekerjaan Sosial, dan Ilmu Kesejahteraan Sosial”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994).
Edi Suharto, “Membangun Masyarakat, Memberdayakan Rakyat,” (Bandung: PT. Refika Aditama, 2009).
Suharto, 2005, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial, Bandung. Retika Aditama.
Peraturan Pemerintah No. 31 Tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis, dalam Himpunan Peraturan Perundang-undangan Bidang Tugas Rehabilitasi Sosial. Jakarta