GELANDANGAN DAN PENGEMIS
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Fenomena
merebaknya gelandangan dan
pengemis di Indonesia
merupakan persoalan sosial yang komplek. Hidup menjadi gelandangan dan pengemis
memang bukan merupakan pilihan yang
menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang tidak bermasa depan
jelas, dan keberadaan mereka tidak jarang menjadi “masalah” bagi banyak pihak,
keluarga, masyarakat dan negara. Namun, perhatian terhadap nasib mereka tampaknya belum begitu besar dan solutif. Padahal
mereka adalah saudara kita. Mereka adalah amanah Allah yang harus dilindungi,
dijamin hak-haknya, sehingga tumbuh kembang menjadi manusia dewasa yang
bermanfaat, beradab dan bermasa depan cerah.
Hidup
menjadi gelandangan dan pengemis bukanlah pilihan hidup yang diinginkan
oleh siapapun melainkan keterpaksaan yang harus mereka terima karena adanya
sebab tertentu. Gelandangan dan
pengemis bagaimanapun telah
menjadi fenomena yang menuntut perhatian kita semua. Secara psikologis mereka
adalah orang-orang yang pada taraf tertentu belum mempunyai
bentuk mental emosional yang kokoh, sementara pada saat yang sama mereka harus
bergelut dengan dunia jalanan yang keras dan cenderung berpengaruh negatif bagi
perkembangan dan pembentukan kepribadiannya.
B.
Penjelasan Judul
a.
Gelandangan
Gelandangan berasal dari kata gelandangan, yang artinya selalu berkeliaran atau tidak
pernah mempunyai tempat kediaman tetap (Suparlan, 1993
: 179) Menurut Departemen Sosial R.I (1992),
gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan
norma-norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak
mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan
hidup mengembara di tempat umum.
Menurut PP No. 31 Tahun
1980, Gelandangan adalah
orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak mempunyai pencaharian dan
tempat tinggal yang tetap serta hidup mengembara ditempat umum
Menurut Muthalib dan Sudjarwo dalam Ali, dkk., (1990) diberikan tiga gambaran umum
gelandangan, yaitu:
1. Sekelompok orang miskin
atau dimiskinkan oleh masyaratnya.
2. Orang yang disingkirkan
dari kehidupan khalayak ramai.
3. Orang yang berpola hidup
agar mampu bertahan dalam kemiskinan dan keterasingan
b.
Pengemis
Pengemis adalah orang-orang yang
mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk
mengharapkan belas kasihan dari orang lain. (Anon. 1980).
Menurut PP
No. 31 Tahun
1980, Pengemis
adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka
umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharap belas kasihan orang lain. Aktifitas pengemis merupakan prilaku meminta-minta
di depan umum untuk mengharapkan belas kasihan orang lain dengan tujuan agar
orang tersebut merasa iba dan memberi uang. Biasanya aktifitas pengemis
diiringi dengan performens yang menarik perhatian orang dengan kesan menderita
seperti pakaian yang usang memakai jilbab bagi perempuan dan memakai pecik bagi
laki-laki, membawa tas, ember kecil dan karung bekas, mereka adalah orang yang sehat dengan kondisi tubuh yang tidak kurang
apapun.
Pengemis adalah seorang yang tidak
mempunyai penghasilan yang tetap, dan pada umumnya hidup dengan cara
mengandalkan belas kasihan dari orang lain. Mengemis menjadi sebuah budaya saat ini, karena banyak
sekali orang yang sebenarnya masih dalam keadaan sehat memilih jalan untuk
mengemis/meminta-minta. Karena kondisi tersebutlah, maka praktek dalam mengemis
dikatakan sebagai perilaku yang menyimpang dari norma dan nilai yang berlaku
dalam masyarakat.
Pengemis merupakan gejala sosial yang
selalu hadir di tengah-tengah dinamika perkembangan suatu wilayah perkotaan
maupun pedesaan. Secara fisik, pengemis juga berinteraksi dengan masyarakat
disekitarnya tetapi sesungguhnya mereka terisolasi karena tidak bisa mencapai
fasilitas yang ada.
Sebagian masyarakat biasanya menilai bahwa golongan pengemis maupun gelandangan
sebagai orang-orang yang malas dan tidak berusaha, tidak mempunyai motivasi,
bersikap menerima nasib serta menerapkan pola perilaku yang dianggap tidak
sesuai menurut masyarakat umumnya itu adalah, tidak mempunyai semangat kerja
keras, tidak mempunyai perhatian terhadap berbagai masalah yang berkaitan
dengan usaha perbaikan dan tidak mempunyai rasa harga diri dan kehormatan.
C.
Batasan Pembahasan
1.
Konsep
teori tentang gelandangan dan pengemis.
2.
Ciri-Ciri Gelandangan Dan Pengemis
3.
Program Pelayanan/Penanganan Gelandangan Dan Pengemis
4.
Faktor Terbentuknya Gelandangan dan Pengemis
D.
Metode pembahasan
Metode pembahasan
dalam makalah ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan tinjauan pustaka
(library reasearch) dalam pengumpulan bahan dan feel reasech
E.
Ciri-Ciri
Gelandangan Dan Pengemis
Ciri-ciri dari gepeng
(gelandangan dan pengemis) yaitu :
1. Tidak memiliki
tempat tinggal.
Kebanyakan dari
gepeng dan pengemis ini tidak memiliki tempat hunian atau tempat tinggal.
Mereka biasa mengembara di tempat umum. Tidak memiliki tempat tinggal yang
layak huni, seperti di bawah kolong jembatan, rel kereta api, gubuk liar di
sepanjang sungai, emper toko dan lain-lain
2. Hidup di bawah
garis kemiskinan.
Para gepeng tidak
memiliki penghasilan tetap yang bisa menjamin untuk kehidupan mereka ke depan
bahkan untuk sehari-hari mereka harus mengemis atau memulung untuk membeli
makanan untuk kehidupannya.
3. Hidup dengan penuh
ketidakpastian.
Para gepeng hidup
mengelandang dan mengemis di setiap harinya. Kondisi ini sangat memprihatikan
karena jika mereka sakit mereka tidak bisa mendapat jaminan sosial seperti yang
dimiliki oleh pegawai negeri yaitu ASKES untuk berobat dan lain lain.
4. Memakai baju yang
compang camping.
Gepeng biasanya
tidak pernah menggunakan baju yang rapi atau berdasi melainkan baju yang kumal
dan dekil.
5. Tidak memiliki
pekerjaan tetap yang layak, seperti pencari puntungrokok, penarik grobak.
6. Tuna etika, dalam
arti saling tukar-menukar istri atau suami, kumpulkebo atau komersialisasi
istri dan lain-lainnya.
7. Meminta-minta di
tempat umum. Seperti terminal bus, stasiunkereta api, di rumah-rumah atau
ditoko-toko.
8. Meminta-minta
dengan cara berpura-pura atau sedikit memaksa, disertai dengan tutur kata yang
manis dan ibah.
Namun secara spesifik,
Karakteristik Gepeng dapat dibagi menjadi :
a. Karakteristik
Gelandangan :
1. Anak sampai usia
dewasa (laki-laki/perempuan) usia 18-59 tahun, tinggal di sembarang tempat dan
hidup mengembara atau menggelandang di tempat-tempat umum, biasanya di
kota-kota besar.
2. Tidak mempunyai
tanda pengenal atau identitas diri, berperilaku kehidupan bebas/liar, terlepas
dari norma kehidupan masyarakat pada umumnya.
3. Tidak mempunyai
pekerjaan tetap, meminta-minta atau mengambil sisa makanan atau barang bekas.
b. Karakteristik
Pengemis :
1. Anak sampai usia
dewasa (laki-laki/perempuan) usia 18-59 tahun.
2. Meminta-minta di
rumah-rumah penduduk, pertokoan, persimpangan
jalan (lampu lalu lintas), pasar, tempat ibadah dan tempat umum lainnya.
3. Bertingkah laku untuk
mendapatkan belas kasihan ; berpura-pura sakit, merintih dan kadang-kadang
mendoakan dengan bacaan-bacaan ayat suci, sumbangan untuk organisasi tertentu.
4. Biasanya mempunyai
tempat tinggal tertentu atau tetap, membaur dengan penduduk pada umumnya.
Menurut Soetjipto Wirosardjono mengatakan ciri-ciri dasar yang melekat pada
kelompok masyarakat yang dikatagorikan gelandangan adalah:”mempunyai
lingkungan pergaulan, norma dan aturan tersendiri yang
F.
Program
Pelayanan/Penanganan Gelandangan Dan Pengemis
Ada banyak
program-program yang diberikan pemerintah dalam menangani permasalahan
Gelandangan dan pengemis ini. Kebijakan-kebijakan dari pemerintah dalam
membatasi Gelandangan dan pengemis untuk berada di tempat-tempat umum juga
merupakan salah satu programnya. Namun pada umumnya program ini tidak dapat
membuat efek jera terhadap para
Gelandangan dan pengemis. Masyarakat menginginkan satu program yang benar-benar
pro dengan rakyat dalam mengentaskan masalah ini, juga bagaimana untuk dapat
mengembangkan masyarakat miskin untuk dapat hidup sejahtera agar masalah
Gelandangan dan Pengemis ini tidak berulang.
Berikut adalah beberapa
program yang telah ada, antara lain :
1. Panti
Merupakan bentuk
penanganan gelandangan dan pengemis dengan menyediakan sarana tempat tinggal
dalam satu atap yang dihuni oleh beberapa keluarga.
2. Liposos Lingkungan
Pondok Sosial (Liposos)
Merupakan bentuk
penanganan gelandangan dan pengemis yang lebih mengedepankan sistim hidup
bersama didalam lingkungan sosial sebagaimana layaknya kehidupan masyarakat
pada umumnya.
3. Transit home
Merupakan bentuk
penanganan gelandangan dan pengemis yang bersifat sementara sebelum mendapatkan
pemukiman tetap di tempat yang telah disediakan.
4. Pemukiman
Merupakan bentuk
penanganan gelandangan dan pengemis dengan menyediakan tempat tinggal yang permanen
di lokasi tertentu.
5. Transmigrasi
Merupakan bentuk
penanganan gelandangan dan pengemis dengan menyediakan fasilitas tempat tinggal
baru di lokasi lain terutama di luar pulau Jawa. Dan beberapa program kebijakan
pemerintah seperti larangan mengemis di tempat umum, operasi Yustisi di Jakarta
bagi orang-orang yang tidak memiliki KTP yang berpotensi menjadi Gelandangan
dan Pengemis, dan program-program lainnya. Program lain adalah dalam bentuk
penguatan ekonomi keluarga dan peningkatan pendidikan
6. Razia
Razia merupakan
proses penangkapan para gelandangan dan pengemis. Razia ini dilakukan oleh pihak dinas sosial yang
bekerja sama dengan satpol PP. operasi penangkapan ini dilakukan setiap hari
dengan sasaran razia keseluruh jalanan kota, ketika polisi dan satpol PP
melaksanakan razia, para Pengemis dan gelandangan berusaha untuk kabur
dengan berlari menghindari kejaran para polisi. Penangkapan yang
dilakukan oleh para polisi yang bekerja sama dengan Satpol PP tersebut
seringkali mengalami kesulitan, mulai dari pengejaran hingga pemberontakan yang
dilakukan oleh para gelandangan dan pengemis yang rata-rata sudah seringkali
keluar-masuk Liponsos. Namun, meskipun demikian penangkapan tetap berjalan
lancar dan mereka banyak yang tertangkap.
G.
Faktor
Terbentuknya Gelandangan dan Pengemis
Analisis penyebab permasalahan sosial
gelandangan dan pengemis merupakan akumulasi dan interaksi dari berbagai permasalahan
seperti hal hal kemiskinan, pendidikan rendah, minimnya keterampilan kerja yang
dimiliki, lingkungan, sosial budaya, kesehatan dan lain sebagaianya. Masalah
ini merupakan salah satu Masalah Sosial Strategis, karena dapat menyebabkan
beberapa masalah lainnya dan juga bersifat penyakit di masyarakat.
Ada 3 pokok penyebab permasalahan dari masalah
Gelandangan dan Pengemis ini yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1.
Urbanisasi
dan pembangunan wilayah yang timpang
Hal ini adalah sebuah hasil negative dari
pembangunan yang sangat pesat di daerah perkotaan. Masyarakat desa pada umumnya
tertarik dengan kehidupan modern kota yang sangat memukau tanpa melihat sisi
jeleknya. Mereka biasanya termotivasi dengan pekerjaan dengan gaji yang tinggi
di kota tanpa melihat potensi yang terbatas dalam dirinya. berdasarkan kemajuan
tersebut yang menyebabkan masyarakat desa menuju kota-kota besar. Mereka yang
menjadi kalah saing dengan penduduk kota yang bisa bersaing dengan kemajuan
tersebut, putus asa, malu pulang ke kampong halaman, akhirnya gelandangan dan
pengemis di kota-kota besar lainnya. Dalam pembangunan masyarakat di wilayah
pedesaan sering dijadikan objek atau konsekuensi dari pembangunan, padahal
sebelum melakukan perencanaan dan pembanguanan ada hal-hal yang harus dilalui
untuk menghasilkan perencanaan dan pembanguan yang efektif dan berguna.
Konsekuensi pembangunan itu memposisikan masyarakat sebagai objek pembangunan
dan menganggap masyarakat akan beradaptasi sendiri terhadap perubahan-perubahan
setelah pembangunan. Padahal hal tersebut sangat fatal akibatnya terhadap kaum
bawah.
2.
Kemiskinan
Kemiskinan juga merupakan factor penting dalam
penyebab bertambah banyaknya Gelandangan dan Pengemis. Menurut data dari Badan
Pusat Statistik, bahwa pada September 2011, Jumlah Penduduk Miskin Indonesia
Mencapai 29,89 Juta Orang. Walaupun dari tahun ketahun berkurang, namun tetap
saja angka ini sangat berpotensi angka menjadi angka Gelandangan dan Pengemis
di Indonesia.
3.
Kebijakan
pemerintah Kebijakan-kebijakan pemerintah
Juga merupakan factor-faktor penyebab dari
masalah Gelandangan dan Pengemis ini. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
pemerintah juga terkadang dianggap tidak pro dengan rakyat. Berkaitan dengan
Gelandangan dan Pengemis ada banyak peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan
tentang ini, namun lebih berorientasi pada larangan-larangan mengemis ditempat
umum, tapi bukan mengenai upaya-upaya dalam menangani masalah Gelandangan dan
Pengemis ini. Pemerintah hanya menganggap masalah sosial bersumber dari individunya.
Konsekuensi ini dapat membebaskan pemerintah dari "tuduhan" sebagai
sumber masalah. Karena faktor penyebabnya adalah individual, maka upaya
pemecahan masalah akan lebih banyak bersifat kuratif. Ketiga faktor itu
hanyalah embrio awal yang melahirkan gepeng, namun dalam perkembangannya faktor
lahirnya gepeng selain faktor di atas, masalah gepeng juga berhubungan dengan
budaya yang lahir dari komunitas yang lama terbentuk. Atau merupakan masalah
yang dating dari akibat keturunan yang tidak dapat berkembang dalam menangani
masalah-masalah utama dalam hidupnya. Bisa diartikan juga bahwa Gepeng
(Gelandangan dan Pengemis) telah berkembang menjadi sebuah gaya hidup (life
style) bagi orang-orang miskin yang tidak berpendidikan, tidak memiliki life
skill, dan orang-orang yang, orang-orang broken home, orang cacat dan
pengangguran. Cara instan tersebut merupakan bentuk adaptasi masyarakat miskin
terhadap konsekuensi pembangunan yang melahirkan masalah sosial
Diantara faktor penyebab seseorang
melakukan profesi sebagai gelandangan
dan pengemis adalah:
1.
Ekonomi
Ekonomi
masyarakat harusnya menjadi kecukupan minimal dari standart, namun itu tidak
bisa menjadi pukulan sama karena setiap inidividu berbeda kebutuhannya, namun
minimal kebutuhan pokok terpenuhi seperti uang untuk biaya hidup. Ekonomi menjadi
sangat sentral dalam permasalahan ini hampir profesi sebagai pengemis menjadi
alasan utama dalam keadaan ekonomi yang kurang dari cukup bahkan mines. Nah
faktor seperti ini yang menyebabkan seseorang menjadi pengemis.
2.
Pendidikan
Pendidikan
sebagai jantung faktor utama, karena seseorang mempunyai keterbatasan
pengetahuan maka faktor ini menjadi penyebab utama dalam persaingan global.
Maka dari itu kebanyakan pengemis berpendidikan rendah, ini menjadi penghambat
mereka untuk mempunyai kesempatan dalam mengambil peran baik di dunia
pekerjaan.
3.
Ketergantungan
Artinya
seseorang tersebut memang murni, ini disebabkan karena faktor dari dalam
dirinya yang mempunyai sifat malas bekerja keras, ini bersifat mikro, namun
perlu diperhatikan bahwa masih banyak faktor seseorang yang terlantar menjadi
pengemis, namun tidak bisa dipungkiri bahwa faktor ketergantungan dari orang
lain yang menyebabkan seseorang menjadi
pengemis
Sementara
itu Alkostar (1984) dalam penelitiannya tentang kehidupan gelandangan dan pengemis melihat bahwa terjadinya gelandangan dan pengemis
dapat dibedakan menjadi dua faktor penyebab, yaitu faktor internal dan faktor
eksterna:
a.
Faktor intern
Faktor internal dan keluarga yang dimaksudkan ádalah suatu keadaan di dalam
diri individu dan keluarga Gepeng yang mendorong mereka untuk melakukan
kegiatan menggelandang dan mengemis. Faktor-faktor tersebut adalah
sebagai berikut ini:
a. Pendidikan
Formal.
b. Umur.
c. Kemiskinan
d. Ijin Orang
Tua
e. Rendahnya
Ketrampilan
f. Sikap
Mental
g. kemalasan,
h. tidak mau bekerja keras.
i.
tidak
kuat mental.
j.
cacat
fisik dan psikis.
k. tidak adanya kemandirian hidup untuk tidak
bergantung pada orang lain.
b.
Faktor
eksternal meliputi:
faktor lingkungan
yang dimaksudkan adalah beberapa faktor yang berada di sekeliling atau sekitar
responden baik yang di daerah asal maupun di daerah tujuan. Faktor-faktor
tersebut di antaranya adalah
a. kondisi hidrologis
b. kondisi pertanian
c. akses terhadap informasi dan modal
usaha
d. kondisi permisif masyarakat di kota
e. kelemahan pananganan Gepeng di kota.
Beberapa factor lainnya:
1. Faktor ekonomi, pengemis dihadapkan pada
kemiskinan keluarga dan sempitnya lapangan pekerjaan yang ada.
2. Faktor geografis, kondisi tanah tandus,
bencana alam yang tidak terduga.
3. Faktor sosial, akibat arus urbanisasi dari
desa ke kota tanpa diseret partisipasi masyarakat dalam usaha kesejahteraan
sosial.
4. Faktor pendidikan, rendahnya tingkat
pendidikan dan tidak memiliki kerja, kurangnya pembinaan dan pendidikan
informal dalam keluarga dan masyarakat.
5. Faktor psikologis, adanya keretakan
keluarga yang menyebabkan anak tidak terurus, ingin melupakan keinginan masa
lalu yang tidak bahagia, kurangnya gairah kerja.
6. Faktor budaya, lunturnya nilai-nilai
normatif budaya masyarakat akibat perubahan sosial yang tidak berumah tangga
terdapat pengkaderan secara langsung.
7. Faktor agama, kurangnya pemahaman agama
dan lemahnya iman serta kurang tabah dalam menjalani cobaan hidup serta dan
putus asa dalam menghadapi nasib dan tidak mau berusaha.
H. Pandangan Islam
Terhadap Gelandang Dan Pengemis
II.
PENUTUP
a.
Kesimpulan
Gelandangan
dan mengemis dikatakan sebagai perilau yang menyimpang dari norma dan nilai
yang berlaku dalam masyarakat.
Penyebab
terjadinya pengemis ini bisa berasal dari dalam diri individu atau dikenal
faktor internal yaitu berupa kemalasan, tidak mau berkerja teras, tidak cacat
fisik dan cacat fisik. Juga dipengaruhi dari faktor eksternal berupa faktor
psikologis, budaya sosial, ekonomi, agama, geografis
Beberapa
faktor penyebab terjadinya Gepeng ádalah faktor internal, yaitu
individu dan keluarga Gepeng serta masyarakat , dan eksternal masyarakat,
yaitu di kota-kota tujuan aktivitas Gepeng. Faktor-faktor penyebab ini dapat
terjadi secara parsial dan juga secara bersama-sama atau saling mempengaruhi
antara satu faktor dengan faktor yang lainnya
b.
Kritik dan saran.
Demikianlah
makalah yang dapat saya sampaikan, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua,
khususnya bagi kami penulis. Kritik dan saran sangat saya harapkan demi
perbaikan makalah saya. Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT., kekhilafan dan
kekurangan milik manusia.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Soerjono Soekanto, “Sosiologi Suatu Pengantar”, Raja Wali Press, Jakarta: 2010.
Suyanto, Bagong, “Masalah Sosial Anak”, Kencana: Jakarta, 2010.
Ali, Marpuji, dkk. “Gelandangan
di Kertasura”. Surakarta: Monografi 3 Lembaga Penelitian Universitas
Muhamadiyah. 1990
Alkotsar, Artidjo “ Advokasi Anak
Jalanan”. Jakarta: Rajawali. 1984
Isbandi Rukminto Adi, “Psikologi,
Pekerjaan Sosial, dan Ilmu Kesejahteraan Sosial”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1994).
Edi Suharto, “Membangun
Masyarakat, Memberdayakan Rakyat,” (Bandung: PT. Refika Aditama, 2009).
Suharto,
2005, Membangun Masyarakat Memberdayakan
Rakyat. Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan
Sosial, Bandung. Retika Aditama.
Peraturan Pemerintah
No. 31 Tentang Penanggulangan Gelandangan
dan Pengemis, dalam Himpunan Peraturan Perundang-undangan Bidang Tugas
Rehabilitasi Sosial. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar